Bulan Ramadan adalah bulan yang penuh berkah bagi umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Selain sebagai waktu untuk berpuasa, meningkatkan ketaqwaan dan memperkuat silaturahmi, salah satu tradisi yang tak pernah pudar saat bulan Ramadan di Indonesia adalah jaburan.
Jaburan, atau yang lebih dikenal sebagai rokok kretek, telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia selama berabad-abad. Namun, di bulan Ramadan, jaburan mempunyai makna tersendiri dan menjadi bagian terpenting dari tradisi yang tak pernah pudar.
Sejarah jaburan di Indonesia pada saat bulan Ramadan berawal sejak zaman kolonial Belanda dimana masyarakat Indonesia berkumpul di masjid dan musholla untuk berbuka puasa. Selain itu melakukan shalat tarawih serta membagikan rokok kretek menjadi bagian dari tradisi sebagai alat memperkuat silaturahmi.
Pada era 50-an, Jaburan menjadi lebih dikenal di kalangan masyarakat pedesaan. Mereka akan membuat jaburan sendiri dengan menggunakan tembakau, cengkeh, dan kertas, yang akan dibagikan kepada tetangga dan kerabat sebagai simbol silaturahmi dan kebersamaan.
Kini, jaburan masih menjadi trend di bulan Ramadan di Indonesia. Meskipun sudah banyak alternatif lain untuk berbagi dan memperkuat silaturahmi, jaburan masih memiliki makna yang lebih dalam dan menjadi bagian dari identitas budaya masyarakat Indonesia.
Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa perusahaan rokok kretek di Indonesia telah mengembangkan produk-produk yang lebih seimbang dan berkelanjutan, seperti rokok kretek yang bebas dari zat-zat berbahaya. Hal ini menunjukkan bahwa tradisi jaburan saat bulan Ramadan di Indonesia masih dapat dipertahankan dan dikembangkan dengan cara yang lebih seimbang dan berkelanjutan.
Sejarah jaburan saat bulan Ramadan di Indonesia merupakan tradisi yang tak pernah pudar dan menjadi bagian dari identitas budaya masyarakat Indonesia. Saat Ramadan Jaburan masih tetap bermakana dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia.
sumber: https://www.rri.co.id/lain-lain/1416425/sejarah-jaburan-rokok-kretek-saat-ramadan-di-indonesia